Dari semua pengalaman yang pernah saya alami, pengalaman
duduk di atap jeep ini yang paling BERKESAN.
Gimana engga, jam 2 pagi, saya,
rini dan ncek duduk di atap jeep dengan udara malam yang pastinya nampar abis
muka kita saking dinginnya. Berikut jalur yang kita tempuh itu tidaklah selalu
mulus, dan alhasil kita yang duduk di besi-besi atap harus menahan sakitnya si itu (taulah siapa). Terlebih lagi kalo ada ranting pohon yang menjulur sampai ke tengah
jalan, kita harus siap-siap untuk merunduk samapai semua ranting nya terlewati. Kurang lebih 2 jam perjalanan dari
homestay menuju bromo, dan itu diselingi dengan acara nyasar karena ternyata
supir ternyata ga bisa liat jejak mobil yang sebelumnya melintas, ada-ada aja.
Pukul 04:00 tiba di petigen, kita foto-foto sambil nunggu sunrise
muncul. Hawa disana dingin banget, pake baju rangkap empat masih tetep
kedinginan. Pokoknya kalo kesana jangan lupa deh pake baju rangkap 4 atau 5,
bawa sarung tangan, masker, kupluk sama pake kaos kaki. Gunung batok dan gunung bromo masih tidak terlihat, yang terlihat hanyalah kabut yang menyelimuti mereka. Sekitar pukul 05.30 sunrise muncul
perlahan-lahan, faktor cuaca yang lumayan mendung bikin sunrise muncul cukup
lama. Kabut mulai turun perlahan, gunung batok dan gunung bromo pun mulai terlihat wujudnya.
Namun, belum juga puas menikmati sunrise panitia udah nyuruh turun kerena kita akan melanjutkan perjalanan
ke bromo. Perjalanan dilanjutkan menuju bromo dengan menggunakan jeep
lagi. Masuk ke kawasan bromo, kita pun disambut oleh lautan pasir halus
berwarna kecoklatan. Jeep pun diparkir bersama jeep-jeep lainnya. Saya dan
rombongan berjalan kaki menyusuri lautan pasir. Saya pikir, lautan pasir yang
saya injak adalah butiran pasir bersih yang bisa saya pegang tanpa takut kotor.
Tapi ternyata bayangan saya salah, lautan pasir itu sudah tercemar oleh kotoran
kuda yang memang banyak berseliweran di kawasan bromo, benar benar disayangkan.
Saya rasa seharusnya hal ini bisa diatasi jika para joki kuda mau memberikan
kantung dibawah perut kuda untuk menampung kotoran kuda sehingga tidak
berserakan di pasir. Belum lagi aroma yang ditimbulkan oleh kotoran kuda
tersebut sangat mengganggu. Para pengunjung yang niatnya ingin merasakan udara
segar pegunungan malah mendapatkan “zonk” dengan menghirup aroma kotoran kuda. Satu
hal lagi yang mengganggu saya yaitu jalur pendakian manusia yang disamakan
dengan jalur pendakian kuda. Jadi, untuk menuju pertengahan puncak, pengunjung
bisa menunggangi kuda dengan membayar Rp 20.000. Dengan jalur yang cukup
sempit, kita harus bergantian dengan kuda-kuda tersebut.
Akhirnya perjuangan melewati kotoran-kotoran kuda pun terbayar saat sampai di pertengahan puncak. Pemandangan yang disajikan oleh alam sungguh indah, Subhanallah. Saya serasa berada di negeri di atas awan, ya walaupun sesungguhnya itu adalah kabut. Gunung batok terlihat jelas, orang-orang yang sedang mendaki pun terlihat begitu kecil dari atas sana. Saya pun bertemu teman-teman saya setelah sebelumnya saya mendaki sendirian karena terlalu asik foto-foto. Momen seperti ini pun tidak lengkap rasanya tanpa foto-foto. :)
Kami pun melanjutkan perjalanan
menuju puncak bromo, kali ini dengan menyusuri tangga bromo. Tangga yang harus
kita lalui cukup tinggi dan cukup sempit, satu anak tangga hanya berisi dua
orang saja (jalur bolak balik ). Naik tangga menuju puncak bromo bukan berarti
ga ngos-ngosan loh, beberapa kali saya dan teman-teman berisitirahat sejenak di
celah-celah tangga tentunya sembari foto-foto. :)
Cuma tinggal setengah perjalanan
lagi menuju puncak dan saya pun lanjut ke puncak dengan napas yang masih
ngos-ngosan. Sudah tidak ada lagi celah tangga yang bisa dijadikan tempat
istirahat, terpaksa saya harus menguatkan diri untuk segera mencapai puncak. Dan akhirnya…kaki saya berhasil menginjak anak
tangga terakhir dan saya pun berada di puncak Bromo, Alhamdulilah sampai juga. :)
Puncak bromo tidak seluas puncak gunung
yang pernah saya lihat di televisi. Ditambah lagi dengan banyaknya orang yang
berada di puncak, membuat kami cukup berdesak-desakan, tapi it’s OK!. Pemandangan
dari puncak benar-benar luar biasa, benar-benar seperti berada di atas awan. Lautan
pasir yang membentuk gelombang benar-benar menawan. Kumpulan orang-orang yang
berada di bawah terlihat lebih kecil daripada saat saya berada di pertengahan
puncak tadi.
Setelah puas menikmati lautan
pasir dari puncak, panitia pun memberikan aba-aba untuk turun gunung. Eits,
tapi kali ini kami tidak akan turun dengan menggunakan tangga melainkan turun
dengan menyusuri pasir. Rasanya badan lemes banget ketika menyusuri pinggiran
kawah, jalur yang sempit dan banyaknya pengunjung yang nongkrong disitu,
membuat langkah saya dan teman-teman yang lain harus sangat berhati-hati. Karena
kalau tidak kami bisa terpeleset dan turun dalam keadaan menggelinding. :)
Akhirnya sampai di lokasi dimana
kita akan turun menyusuri pasir. Panita memberikan pengarahan agar kita bisa
turun dengan selamat. Salah satu instruksi yang diberikan adalah kita harus
berjalan menggunakan tumit, gunanya agar kaki kita menancap di pasir dan jika
kita terjatuh maka kita tidak akan jatuh ke depan melainkan jatuh dengan cara
telentang. Hebatnya ada peserta berumur 5 taun yang ikutan turun menyusuri
pasir ini, salut!. Saya dan teman-teman lain pun akhirnya turun menyusuri
pasir, ternyata praktek tidaklah semudah teori. Saya pun berjalan dengan
hati-hati menyusuri pasir tersebut. Dan entah kenapa hanya tinggal saya dan
rini yang masih belum sampai ke bawah sedangkan peserta lainnya cepat sekali, hahaha.
Panitia pun menyuruh kami untuk
kembali ke jeep karena kita akan melanjutkan perjalanan ke bukit savana atau
yang lebih dikenal dengan nama bukit teletubbies karena bentuk bukitnya yang
bergelombang. Saya dan teman-teman pun menyusuri lembah-lembah pasir, yang
tidak ada ‘ranjau’ nya. Selama perjalanan menuju jeep, banyak pedagang yang
menawarkan dagangannya dari mulai baju, kupluk, sarung tangan, dan air minum. Hanya
saran saja, jika ke kawasan wisata sebaiknya membawa bekal air minum sendiri
karena harga air minum di kawasan wisata sangat mahal. :)
Saya dan dua teman saya lagi-lagi
naik di atap jeep. Rupanya kita tidak jadi menuju bukit teletubbies gara-gara
waktu nya mepet dengan jadwal pulang. Tapi semuanya itu terbayar saat kita disuguhi
pemandangan bukit yang amat sangat indah di kanan kiri jalan. Pemandangan yang
tidak kita lihat saat kita berangkat karena ditutupi gelap. Akhirnya pada pukul
11:00 sampai lah kita di homestay setelah menempuh dua jam perjalanan. Hanya disediakan
waktu dua jam untuk mandi dan bersih-bersih karena pada pukul 13:00, panita
akan mengantarkan kita ke stasiun.
Waktu berjalan begitu cepat dan
saya beserta teman-teman saat ini sudah berada di stasiun malang. 18 jam
perjalanan harus kita tempuh untuk kembali lagi ke jakarta. Liburan selama dua
hari satu malam rasanya hanya seperti mimpi. Namun, tidak ada rasa penyesalan
sedikit pun walaupun semuanya terjadi begitu singkat. Pengalaman ke bromo
merupakan pengalaman yang sangat berkesan, sebuah pengalaman yang harus
ditempuh dengan perjalanan panjang, hebat dan menyenangkan. :)
Nl08
asiknyaaaaa yaaa
BalasHapuskarena kamu tukang poto hahahah jadi belakangan